Menjadi mahasiswa adalah kesempatan.
Masuk organisasi adalah pilihan. Ya, dari sekian anak negeri ini yang
lulus dari Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK) hanya sebagian kecil
yang meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Oleh karena itu, besar
harapan masyarakat terhadap kaum muda yang bergelut dengan dunia
intelektual ini.
Fenomena mahalnya biaya pendidikan,
menuntut mahasiswa untuk menyelesaikan studi tepat waktu. Sehingga
segala energi dikerahkan untuk mengondol gelar sarjana/diploma sesegera
mungkin. Tak ayal lagi tren study oriented mewabah di kalangan
mahasiswa.
Tapi apakah cukup dengan hanya
mengandalkan ilmu dari perkuliahan dan indeks prestasi yang tinggi
untuk mengarungi kehidupan pasca wisuda? Ternyata tidak. Dunia kerja
yang akan digeluti oleh alumnus perguruan tinggi tidak bisa diarungi
dengan dua modal itu saja. Ada elemen yang lebih penting, yakni
kemampuan soft skill. Kemampuan ini terkait dengan kemampuan
berkomunikasi dan bahasa, bekerja dalam satu team, serta kemampuan
memimpin dan dipimpin.
Kapabilitas soft skill ini tidak
diajarkan lewat bangku kuliah. Namun, bisa didapatkan melalui
organisasi-organisasi mahasiswa, baik itu Organisasi Intra Kampus
seperti Badan Eksekutif Mahasiswa, Unit Kegiatan Mahasiswa, Mahasiswa
Pecinta Alam (Mapala), dan Koperasi Mahasiswa, maupun Organisasi Ekstra
Kampus semisal Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia (GMNI), Persatuan Mahasiswa Katolik Republik
Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Front
Mahasiswa Nasional, Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan
lain sebagainya. Lewat media inilah seorang mahasiswa bisa menempa diri,
belajar berkomunitas, dan berinteraksi dengan banyak pemikiran.
Hal yang ingin penulis tegaskan di sini
adalah keberadaan organisasi mahasiswa menjadi penting karena
kemanfaatannya terpulang kepada mahasiswa itu sendiri. Mungkin ada yang
takut ketika masuk organisasi waktunya untuk belajar akan terganggu yang
pada akhirnya berpengaruh kepada lamanya studi. Penulis katakan memang
ada sebagian kecil mahasiswa yang lalai kuliah akibat terlalu sibuk
mengurus organisasi. Tapi kenyataan juga membuktikan, betapa banyak
penggiat organisasi yang berhasil lulus tepat waktu, dan dengan indeks
prestasi yang sangat memuaskan. Jadi ini hanyalah masalah manajemen
waktu.
Selain berfungsi sebagai pembelajaran
diri, organisasi mahasiswa merupakan wahana bagi mahasiswa berempati
dengan situasi yang terjadi di masyarakat. Negara berkembang layaknya
Indonesia, banyak dihadapkan masalah-masalah sosial terutama menyangkut
kesenjangan ekonomi, kecurangan, ketidakadilan, dan ketidakstabilan
politik. Organisasi mahasiswa membawa para anggotanya bersinggungan
langsung dengan persoalan-persoalan ini, sekaligus mengugah rasa kritis
untuk mencari solusi atas apa yang terjadi.
Organisasi mahasiswa menjembatani domain
menara gading kampus yang elitis dengan ruang masyarakat. Sehingga,
ketika terbiasa menghadapi problem kehidupan, mahasiswa tidak lagi
canggung bergumul dengan ruang baru, baik di masyarakat maupun di dunia
kerja selepas lulus dari perguruan tinggi.
sumber :
http://grelovejogja.wordpress.com/2008/08/22/organisasi-mahasiswa-pembelajaran-dan-pengabdian/
0 komentar:
Posting Komentar