1. Sebagai seorang Islam, dan apalagi sedang bekerja di lembaga pendidikan Islam, maka pekerjaan itu seharusnya dilakukan sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil maksimal. Dalam Islam ada konsep yang disebut beramal sahaleh. Secara sederhana, amal artinya adalah bekerja, sedangkan shaleh adalah baik, benar, dan tepat. Maka beramal saleh adalah bekerja secara benar, tepat, atau
dalam bahasa sehari-hari disebut profesional. Islam mengajarkan agar
semua pekerjaan dilaksanakan secara shaleh, atau dalam bahasa lain
adalah sesuai dengan profesinya.
2. Ajaran Islam yang sedemikian luas seringkali dimaknai sekedar sebagai agama. Rasanya perlu dibedakan
antara pengertian agama dan Islam. Tatkala berbicara agama maka yang
terbayang hanya sebatas penyembahan, kegiatan ritual, tempat ibadah,
pernikahan, doa dan persoalan-persoalan lain yang terkait dengan itu. Padahal Islam sebenarnya memiliki makna yang lebih luas dari sekedar itu. Selain menyangkut agama, Islam juga terkait dengan persoalan ilmu pengetahuan, membangun manusia yang berkualitas, keadilan, keharusan bekerja secara profesional atau beramal shaleh. Sebagai akibat pemahaman Islam yang hanya sebatas aspek agama itu, maka guru profesional tidak dimaknai sebagai bagian dari implementasi Islam itu sendiri.
3. Akibat pemaknaan Islam yang terbatas itu, menjadikan umat
Islam hanya sibuk pada persoalan ritual. Mereka tidak henti-hentinya
berdebat tentang persoalan yang sebenarnya tidak akan sampai pada kesimpulan akurat dalam arti secara hakiki memang
benar adanya. Banyak kaum muslimin ikut sibuk mengurus sesuatu yang
sebenarnya bukan berada pada wilayah otoritasnya. Sementara itu yang
justru menjadi bagiannya terlupakan dan sebagai akibatnya mereka menjadi
tertinggal dan kalah bersaing dengan umat lainnya.
4. Terkait pengembangan ilmu pengetahuan, kualitas sumber daya manusia, keadilan, dan budaya kerja profesional, -------selama ini yang saya ketahui, umat Islam di mana-mana tertinggal. Umat
Islam yang seharusnya menjadi khalifah, pemimpin di muka bumi, menjadi
umat terbaik, memainkan peran ketauladanan, ternyata masih belum berhasil diraih. Dalam banyak hal, seperti dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi dan lain-lain, umat Islam masih tertingggal. Selama ini, umat Islam masih menjadi konsumen, pengikut, dan bahkan masih bisa dipermainkan.
5. Atas dasar kenyataan itu, maka ayat-ayat al Qur’an yang turun pada fase-fase awal adalah sangat perlu untuk dibaca dan direnungkan kembali. Seruan dengan ungkapan, hai orang-orang yang sedang berserlimut, atau ya ayyuhal mutdatstsir, kum fa andir dan seterusnya, perlu
menjadi perhatian serius bagi kita semua. Dalam banyak hal umat Islam
masih sedang berselimut, tertidur panjang, dan belum terlalu sadar bahwa
mereka dengan keber-Islamannya hendaknya menjadi khalifah, tauladan, dan umat terbaik. Sementara ini, bagaimana akan dianggap menjadi tauladan, sedangkan keadaannya, mereka masih miskin ilmu pengetahuan, sering terlibat saling berkonflik, dan berada pada psosisi di belakang.
6. Oleh karena itu, peringatan 1 Muharam 1434 H., adalah sangat tepat digunakan sebagai momentum untuk bangkit, agar umat Islam segera berhasil membangun kembali peradaban unggul. Kaum mulimin seharusnya diidentikan sebagai kelompok orang yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu : (1) kaya ilmu pengetahuan, (2) menjadi manusia unggul, (3) mampu
melahirkan tatanan sosial yang adil, (4) selalu menjalankan ritual
untuk membangun spiritual dan (5) selalu bekerja secara profesional. Manakala kelima ciri utama Islam itu bisa diwijudkan lewat momentum tahun baru hijriyah ini, maka ke depan Islam akan meraih posisi-posisi penting menjadi khalifah, tauladan dan umat terbaik.
7. Dalam keadaan umat Islam seperti digambarkan itu, maka lembaga pendidikan Islam, ------- madrasah, pesntren, dan perguruan tinggi Islam harus bangkit. Berpikir dan bekerja secara biasa-biasa ternyata tidak melahirkan hasil maksimal. Oleh karena itu manakala menginginkan hasil yang maksimal dan luar biasa, maka amanah, termasuk menjadi guru di lembaga pendidikan Islam seharusnya ditunaikan secara maksimal. Bekerja yang hanya sebatas diukur dari imbalan, -------gaji, honor atau lainnya, tidak memadai. Bekerja secara profesional di institusi Islam tidak boleh sebatas memenuhi pedoman, juklak, dan juknis, tetapi harus dijalankan dengan sepenuh hati, tidak bersifat kalkulatif, menunggu perintah, tetapi harus lillah dalam pengertian yang sebenarnya.
8. Dalam Islam diperkenalkan konsep yang sangat fondamental, yaitu tauhid. Apa saja yang dikerjakan oleh seorang mukmin dan muslim, bukan sekedar didorong kepentingan sederhana, melainkan dipersembahkan sebagai bagian ibadahya terhadap Tuhan. Oleh karena itu, amal atau pekerjaan harus dilakukan dengan cara dan kualitas terbaik. Dalam Islam diajarkan bahwa setiap pekerjaan harus didasari oleh niat dan dijalankan secara baik dan benar. Pekerjaan harus dilihat secara utuh dan komprehensif, baik lahir maupun batin. Bandingkan dengan cara kerja birokrasi yang tidak bermuatan spirit ketuhanan, yang hanya mementingkan aspek lahiriyah maka banyak
muncul manipulasi, kebohongan, dan perbuatan semu yang selalu merusak.
Bekerja profesional di lembaga Islam seharusnya dijalankan
sebaik-baiknya, dan dilakukan atas dasar keimanan, selalu berorientasi untuk menyelamatkan, dan terbaik atau ikhsan.
9. Berpedoman pada ajaran Islam, maka pekerjaan dilaksanakan sepenuh hati, menyeluruh, dan sesempurna mungkin untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Masing-masing kita adalah pemimpin, khalifah, tauladan, dan pengikut nabi., maka konsekuensinya adalah bahwa sehari-hari, baik
tatkala diketahui orang atau sedang sendirian akan selalu memberikan
sesuatu yang terbaik. Dan itulah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw., sehingga untuk meneladaninya harus melakukan yang terbaik, dan bukan sekedar memenuhi kewajiban formal belaka. Wallahu a’lam.
sumber : http://www.uin-malang.ac.id
0 komentar:
Posting Komentar