Home » Archives for 2013
7 Mar 2013
11 Feb 2013
Minat Dalam Belajar Siswa
A. Pengertian Belajar
Sebelum membicarakan pengertian minat
belajar, maka terlebih dahulu penulis akan menguraikan pengertian
belajar. Ngalim Purwanto (1992: 85) mengemukakan pendapat mengenai
pengertian belajar:
- Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang buruk.
- Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
- Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus merupakan akhir dari pada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lama periode itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun.
- Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian maupun psikis.
Slameto (1995: 2) berpendapat bahwa
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tungkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Sementara itu Sudirman A.M. (1996: 231) berpendapat
bahwa belajar sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik untuk
menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti
menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan
psikomotor.
Hal ini senada dengan Witherington yang
dikutif oleh Usman Effendi dan Juhaya S. Praja (1989: 103) bahwa belajar
adalah suatu perubahan dalam kepribadian, sebagaimana yang dimanfaatkan
dalam perubahan penguasaan pola-pola respon atau tingkah laku yang
baru, yang ternyata dalam perubahan keterampilan kebiasaan, kesanggupan
dan pemahaman. Dalam hal ini Moh. Uzer Usman (1999: 34) memberikan
batasan belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat
adanya interaksi antara individu dengan individu lainnya serta individu
dengan lingkungannya, sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan
lingkungannya.
Dari beberapa pengertian di atas, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses usaha atau
interaksi yang dilakukan individu untuk memperoleh sesuatu yang baru dan
perubahan keseluruhan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman-pengalaman itu sendiri. Perubahan tersebut akan nampak dalam
penguasaan pola-pola respons yang baru terhadap lingkungan berupa
keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, kecakapan dan sebagainya.
B. Pengertian Minat
Pengertian minat, penulis akan mengutip
pendapat para ahli. Minat adalah sesuatu pemusatan perhatian yang tidak
disengaja yang lahir dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari
bakat dan lingkungannya (Agus Sujanto, 1991: 92). Minat juga bisa
berarti kesadaran seseorang, bahwa suatu objek seseorang suatu soal atau
suatu situasi mengandung sangkut paut dengan dirinya.
W.S. Winkel (1996: 105) memberikan
rumusan bahwa minat adalah kecenderungan subjek yang mantap untuk merasa
tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa
senang mempelajari materi itu. Hal ini sependapat dengan yang
dikemukakan oleh Slameto (1995: 57) bahwa minat adalah kecenderungan
yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan
yang diminati seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan
rasa senang. Jika ada siswa yang kurang berminat terhadap belajar, maka
diusahakan agar ia mempunyai minat yang lebih besar dengan cara
menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita serta kaitannya
dengan bahan pelajaran yang dipelajari.
Sedangkan Doyles Freyer yang dikutip oleh Wayan Nurkancana (1986: 229) mengemukakan bahwa minat atau interest adalah gejala psikis yang berkaitan dengan objek atau aktifitas yang men-stimulir
perasaan senang pada individu. Minat sangat erat hubungannya dengan
kebutuhan, karena minat yang timbul dari kebutuhan ajakan merupakan
merupakan faktor pendorong bagi seseorang dalam melaksanakan usahanya.
Jadi, dapat dilihat bahwa minat adalah sangat penting dalam pendidikan,
sebab merupakan sumber dari usaha.
Menurut The Liang Gie (1988: 28) minat
berarti sibuk, tertarik, atau terlibat sepenuhnya dengan sesuatu
kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu. Dengan demikian,
minat belajar adalah keterlibatan sepenuhnya seseorang dengan segenap
kegiatan pikiran secara penuh perhatian untuk memperoleh pengetahuan
ilmiah yang dituntunnya.
Minat pada dasarnya adalah penerimaan
akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri
(Slameto, 1995: 180). Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, maka
semakin besar minat yang akan tumbuh. Suatu minat dapat diekspresikan
melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai
suatu hal dari pada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui
partisipasi dalam suatu aktivitas siswa yang memiliki minat terhadap
subjek tersebut. Minat terhadap sesuatu dipelajari dan mempengaruhi
terhadap belajar selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan minat-minat
baru. Jadi, minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar dan menyokong
belajar selanjutnya.
Minat memegang peranan penting dalam
proses belajar mengajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari
tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan
sebaik-baiknya. Sejalan dengan ini Ahmad Tafsir (1992: 24) menyatakan
bahwa minat adalah kunci dalam pengajaran. Bila murid telah berminat
terhadap kegiatan belajar mengajar, maka hampir dapat dipastikan proses
belajar mengajar akan belajar dengan baik. Dengan demikian, maka
tahap-tahap awal suatu proses belajar mengajar hendaknya dimulai dengan
usaha membangkitkan minat. Minat harus senantiasa dijaga selama proses
belajar mengajar berlangsung. Karena minat itu mudah sekali berkurang
atau hilang selama proses belajar mengajar.
Selain itu juga, minat sangat berpengaruh
terhadap belajar, sebab bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak
sesuai dengan minat siswa, maka siswa tidak akan belajar dengan
sebaik-baiknya. Karena tidak ada daya tarik baginya (Slameto, 1995: 57).
Hal ini senada dengan pendapat Moh. Uzer Usman (1998: 27):
Kondisi belajar mengajar yang efektif
adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan
suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini besar
sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan
melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya, tanpa minat seseorang
tidak mungkin melakukan sesuatu.
Dari beberapa pengertian di atas, maka
dapat diambil kesimpulan, bahwa minat belajar adalah keterlibatan
sepenuhnya seseorang dengan segenap kegiatan pikiran secara penuh
perhatian untuk memperoleh pengetahuan dan mencapai pemahaman tentang
ilmu pengetahuan dan mencapai pemahaman tentang ilmu pengatahuan yang
dituntutnya karena minat belajar merupakan salah satu unsur yang sangat
penting dalam kaitannya dengan belajar.
C. Fungsi Minat Dalam Belajar
Dalam hal fungsi minat dalam belajar The
Liang Gie (1998: 28) mengemukakan bahwa minat merupakan salah satu
faktor untuk meraih sukses dalam belajar. Secara lebih terinci arti dan
peranan penting minat dalam kaitannya dengan pelaksanaan belajar atau
studi ialah:
- Minat melahirkan perhatian yang serta merta
- Minat memudahkan terciptanya konsentrasi
- Minat mencegah gangguan perhatian di luar
- Minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan
- Minat memperkecil kebosanan belajar dalam diri sendiri.
Rincian penjelasannya akan diuraikan sebagai berikut:
1. Minat melahirkan perhatian yang serta merta
Perhatian seseorang terhadap sesuatu hal
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu perhatian yang serta merta,
dan perhatian yang dipaksakan, perhatian yang serta merta secara
spontan, bersifat wajar, mudah bertahan, yang tumbuh tanpa pemaksaan dan
kemauan dalam diri seseorang, sedang perhatian yang dipaksakan harus
menggunakan daya untuk berkembang dan kelangsungannya.
Menurut Jhon Adams yang dikutif The Liang
Gie (1998: 29) mengatakan bahwa jika seseorang telah memiliki minat
studi, maka saat itulah perhatiannya tidak lagi dipaksakan dan beralih
menjadi spontan. Semakin besar minat seseorang, maka akan semakin besar
derajat spontanitas perhatiannya. Pendapat senada juga dikemukakan oleh
Ahmad Tafsir (1992: 24) bahwa minat telah muncul maka perhatian akan
mengikutinya. Tetapi sama dengan minat perhatian mudah sekali hilang.
Pendapat di atas, memberikan gambaran
tentang eratnya kaitan antara minat dan perhatian. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa untuk meningkatkan perhatian seseorang dalam hal ini
siswa terhadap sesuatu, maka terlebih dahulu harus ditingkatkan
minatnya.
2. Minat memudahkan terciptanya konsentrasi
Minat memudahkan terciptanya konsentrasi
dalam pikiran seseorang. Perhatian serta merta yang diperoleh secara
wajar dan tanpa pemaksaam tenaga kemampuan seseorang memudahkan
berkembangnya konsentrasi, yaitu memusatkan pemikiran terhadap sesuatu
pelajaran. Jadi, tanpa minat konsentrasi terhadap pelajaran sulit untuk
diperhatikan (The Liang Gie, 1998: 29). Pendapat senada dikemukakan oleh
Winkel (1996: 183) bahwa konsentrasi merupakan pemusatan tenaga dan
energi psikis dalam menghadapi suatu objek, dalam hal ini peristiwa
belajar mengajar di kelas. Konsentrasi dalam belajar berkaitan dengan
kamauan dan hasrat untuk belajar, namun konsentrasi dalam belajar
dipengaruhi oleh perasaan siswa dan minat dalam belajar.
Pendapat-pendapat di atas, memberi gambaran bahwa tanpa minat konsentrasi terhadap pelajaran sulit dipertahankan.
3. Minat mencegah gangguan perhatian di luar
Minat studi mencegah terjadinya gangguan
perhatian dari sumber luar misalnya, orang berbicara. Seseorang mudah
terganggu perhatiannya atau sering mengalami pengalihan perhatian dari
pelajaran kepada suatu hal yang lain, kalau minat studinya kecil. Dalam
hubungan ini Donald Leired (The Liang Gie, 1998: 30) menjelaskan bahwa
gangguan-gangguan perhatian seringkali disebabkan oleh sikap bathin
karena sumber-sumber gangguan itu sendiri. Kalau seseorang berminat
kacil bahaya akan diganggu perhatiannya.
4. Minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan
Bertalian erat dengan konsentrasi
terhadap pelajaran ialah daya mengingat bahan pelajaran. Pengingatan itu
hanya mungkin terlaksana kalau seseorang berminat terhadap
pelajarannya. Seseorang kiranya pernah mengalami bahwa bacaan atau isi
ceramah sangat mencekam perhatiannya atau membangkitkan minat seantiasa
teringat walaupun hanya dibaca atau disimak sekali. Sebaliknya, sesuatu
bahan pelajaran yang berulang-ulang dihafal mudah terlupakan, apabila
tanpa minat (The Liang Gie, 1998: 30). Anak yang mempunyai minat dapat
menyebut bunyi huruf, dapat mengingat kata-kata, memiliki kemampuan
membedakan dan memiliki perkembangan bahasa lisan dan kosa kata yang
memadai.
Penadapat di atas, menunjukkan terhadap
belajar memiliki peranan memudahkan dan menguatkan melekatnya bahan
pelajaran dalam ingatan.
5. Minat memperkecil kebosanan belajar dalam diri sendiri.
Segala sesuatu yang menjemukan,
membosankan, sepele dan terus menerus berlangsung secara otomatis tidak
akan bisa memikat perhatian (Kartini Kartono, 1996: 31). Pendapat senada
dikemukakan oleh The Liang Gie (1998: 31) bahwa kejemuan melakukan
sesuatu atau terhadap sesuatu hal juga lebih banyak berasal dari dalam
diri seseorang daripada bersumber pada hal-hal di luar dirinya. Oleh
karena itu, penghapusan kebosanan dalam belajar dari seseorang juga
hanya bisa terlaksana dengan jalan pertama-tama menumbuhkan minat
belajar dan kemudian meningkatkan minat itu sebesar-besarnya.
D. Faktor-faktor Yang dapat Menumbuhkan Minat Dalam Belajar
Pada dasarnya faktor-faktor yang
mempengaruhi terhadap minat belajar ada dua, yaitu faktor internal dan
eksternal. Karena itu pembahasan lebih lanjut akan didasarkan pada
kedua faktor tersebut.
1. Faktor Internal
Manusia itu merupakan makhluk hidup yang
lebih sempurna bila dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Akibat
dari unsure kehidupan yang ada pada manusia, manusia berkembang dan
mengalami perubahan-perubahan, baik perubahan-perubahan dalam segi
fisiologis maupun perubahan-perubahan dalam segi psikologis.
Perubahan-perubahan tersebut dapat dipengaruhi dari dalam dan dari luar
diri manusia itu sendiri.
Faktor dari dalam yang dapat mempengaruhi
minat belajar dapat berupa perkembangan kejiwaan siswa. Andi Mappiare
(1982: 83) mengatakan bahwa terdapat perbedaan yang besar antara objek
minat remaja putera dengan objek remaja puteri. Misalnya dalam
bentuk-bentuk permainan, pekerjaan yang ditekuninya, pengisian waktu
luang dan sebagainya. Dengan demikian, pendapat Andi Mappiare ini
memberikan pengertian bahwa minat belajar dipengaruhi oleh jenis
kelamin.
Dalam hal ini Slameto (1995: 54)
berpendapat bahwa ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi minat belajar,
yakni faktor jasmani, faktor psikologis dan faktor kelelahan.
1) Faktor Jasmani
- Faktor kesehatan, sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat, kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya.
- Cacat tubuh, yang berarti sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh atau badan seperti buta, tuli, patah kaki, patah tangan dan lain-lain.
2) Faktor Psikologis
Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang
tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar siswa.
Faktor-faktor itu adalah intelegensi, perhatian, minat bakat, kematangan
dan kesiapan.
3) Faktor Kelelahan
Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
- Kelelahan jasmani, kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak atau kurang lancar pada bagian-bagian tertentu.
- Kelelahan rohani, kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu yang hilang.
Dari uraian di atas, dapatlah dipahami
bahwa keadaan jasmani, rohani dan kelelahan itu mempengaruhi minat
seseorang terhadap sesuatu. Begitu pula pada belajar, ketiga faktor
tersebut sangat mempengaruhi minat seseorang untuk belajar sesuatu mata
pelajaran. Agar siswa memiliki minat belajar yang baik haruslah ketiga
faktor tersebut dalam keadaan baik pula.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal atau lingkungan yang
dimaksud adalah segala sesuatu yang berada di luar diri anak. Dalam
kaitan dengan proses belajar mengajar di sekolah faktor lingkunganlah
yang paling dominan mempengaruhi minat belajar siswa yaitu menyangkut
tujuan belajar, guru, bahan pelajaran, metode mengajar dan media
pengajaran. Adapun faktor eksternal itu meliputi:
1) Tujuan Pengajaran
Tujuan pengajaran mempunyai kedudukan
yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, karena tujuan dapat
mengarahkan usaha-usaha guru dalam mengajar. Dengan adanya tujuan, guru
akan selalu siap mengajar dan membawa anak pada proses belajar. Tujuan
pengajaran juga merupakan pedoman dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar. Tujuan dapat pula membangkitkan minat belajr siswa sebab
dengan adanya tujuan ini seorang siswa akan berusaha untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan tersebut. Oleh karena itu, sebelum memulai
pelajaran, seorang guru hendaknya memberitahukan tujuan-tujuan atau
aspek-aspek yang harus dikuasai oleh siswa setelah pelajaran itu
selesai.
2) Guru yang Mengajar
Minat siswa dalam belajar akan
dipengaruhi akan mengurangi minat belajar siswa, sebaliknya guru yang
berpenampilan menarik akan membangkitkan siswa dalam belajar.
Interaksi guru dengan siswapun memegang
peranan dalam membangkitkan minat belajar siswa. Seorang guru yang akrab
dengan siswanya akan cenderung disukai oleh siswa. Sehubungan dengan
hal tersebut. Slameto (1995: 66) mengatakan bahwa di dalam relasi (guru
dengan siswa) yang baik, siswa akan menyukai berusaha mempelajari
sebaik-baiknya. Hal tersebut juga terjadi sebaliknya, jika siswa
membenci gurunya, ia segan mempelajari mata pelajaran yang diberikannya,
akibat pelajarannya tidak maju.
3) Bahan Pelajaran
Minat besar pengaruhnya terhadap belajar,
karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat
siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada
daya tarik baginya. Ia segan untuk belajar, ia tidak memperoleh
kepuasan dari belajar itu. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa
lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kegiatan
belajar (Slameto, 1995: 57).
Bahan pelajaran sebagaimana yang
dikatakan Nana Sudjana (1995: 67) adalah isi yang diberikan siswa pada
saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Melalui bahan pelajaran ini
siswa diantarkan kepada tujuan pengajaran. Dengan perkataan lain tujuan
yang akan dicapai siswa diwarnai dan dibentuk oleh bahan pelajaran.
4) Metode Pengajaran
Dalam penyampaian materi atau bahan
pelajaran kepada siswa, seorang guru hendaknya memilih dan mempergunakan
metode mengajar yang sesuai dengan sifat bahan pelajaran, serta situasi
kondisi kelas. Menggunakan metode mengajar ini sangat mempengaruhi
minat belajar siswa. Seorang guru yang menggunakan metode ceramah
misalnya, secara kontinu di dalam setiap kegiatan belajar mengajar
dikelas, akan menimbulkan kebosanan bagi siswa. Sebaliknya seorang guru
menggunakan metode yang berpariasi serta sesuai dengan situasi dan
kondisi kelas, akan menimbulkan minat siswa untuk belajar dengan aktif.
Tetapi apabila metode yang digunakan tidak sesuai dengan perkembangan
jiwa anak, akan menimbulkan kesukaran bagi anak untuk menerima pelajaran
yang disampaikan guru serta mengurangi minat belajarnya. Dengan kata
lain penggunaan metode mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi
misalnya karena guru kurang kesiapan dan kurang menguasai bahan-bahan
pelajaran sehingga guru tersebut menyajikan tidak jelas atau sikap guru
terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik, sehingga siswa kurang
senang terhadap pelajaran atau gurunya.
5) Media Pengajaran
Media pengajaran yang dipergunakan guru
bermanfaat sekali guna memperjelas materi yang akan disampaikan kepada
siswa dan mencegah terjadinya verbalitas, karena dengan adanya media
pengajaran menarik pehatian siswa sehingga menimbulkan rasa senang dalam
belajar. Sehubungan dengan hal tersebut (Nana Sudjana, 1995: 5)
mengatakan bahwa alat peraga atau media dalam mengajar memegang peranan
untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Selain itu juga,
dengan alat peraga atau media bahan dapat mudah dipahami oleh siswa.
6) Lingkungan
Siswa akan berminat terhadap suatu
pelajaran, jika ia berada dalam suatu situasi atau lingkungan yang
mendorong tumbuhnya minat tersebut. Sebagaimana dikatakan Slameto (1995:
7) bahwa tempat belajar hendaknya tenang, jangan diganggu oleh
perangsang-perangsang dari sekitar, karena untuk belajar diperlukan
konsentrasi pikiran, jangan sampai belajar sambil mendengarkan.
Sebaliknya keadaan yang terlampau menyenangkanpun akan dapat merugikan.
D. Indikator Minat Belajar
Minat besar pengaruhnya terhadap belajar,
karena bila bahan pelajaran yang dipelajari untuk sesuai dengan minat
siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya karena tidak ada
daya tarik baginya (Slameto, 1995: 57).
Usman Effendi dan Juhaya S. Praja (1989: 72) berpendapat bahwa minat itu dapat ditimbulkan dengan cara sebagai berikut:
- Membangkitkan suatu kebutuhan misalnya, kebutuhan untuk menghargai keindahan, untuk mendapatkan penghargaan dan sebagainya.
- Menghubungkan dengan pengalaman-pengalaman yang lampau
- Memberikan kesempatan mendapat hasil yang baik “Nothing succes like success” atau mengetahui sukses yang diperoleh individu itu sebab success akan memberikan rasa puas.
Selanjutnya, akan memperoleh ukuran dan
data minat belajar siswa, kunci pokoknya adalah dalam mengetahui
indikatornya. Indikator minat belajar terdiri dari perbuatan, perhatian
dan perasaan senang.
1. Partisipasi/Perbuatan
Minat yang telah muncul, diikuti oleh
tercurahnya perhatian pada kegiatan belajar mengajar, dengan sendirinya
telah membawa murid ke suasana partisipasi aktif dalam kegiatan belajar
mengajar (Ahmad Tafsir, 1992: 24).
Kegiatan berpartisipasi aktif tidak
selalu berupa gerakan-gerakan badaniah. Murid-murid yang ikut aktif
secara aqliyah atau secara bathiniyah dalam proses pengajaran. Sementara
itu, Bernard yang dikutif Sardiman A.M. (1996: 76) mengatakan bahwa
minat tidak timbul secara tiba-tiba atau spontan melainkan timbul akibat
dari partisipasi. Jadi, jelas bahwa soal minat akan selalu berkait
dengan soal kebutuhan atau keinginan. Oleh karena itu, yang penting
bagimana menciptakan kondisi tertentu agar siswa selalu aktif dan ingin
terus belajar.
2. Perhatian
Perhatian merupakan kegiatan yang
dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan pemulihan rangsangan yang
datang dari lingkungannya (Slameto, 1996: 183) mengemukakan bahwa
istilah perhatian dapat berarti sama dengan konsentrasi, dapat pula
minat momentan, yaitu perasaan tertarik pada suatu masalah yang sedang
dipelajari. Konsentrasi dalam belajar dipengaruhi oleh perasaan siswa
dalam minatnya terhadap belajar. Siswa yang berperasaan tidak senang
dalam belajar dan tidak berminat dalam materi pelajaran. Akan mengalami
kesulitan dalam memusatkan tenaga dan energinya. Sebaliknya siswa yang
berperasaan senang dan berminat akan mudah berkonsentrasi dalam belajar.
Senada dengan pendapat di atas Agus Sujanto (1991: 89) menyatakan bahwa
perhatian adalah konsentrasi atau aktifitas jiwa kita terhadap
pengamatan, pengertian dan sebagainya. Dengan mengenyampingkan yang lain
dari pada itu.
3. Perasaan
Perasaan adalah suatu pernyataan jiwa
yang sedikit banyak yang bersifat subjektif, untuk merasakan senang atau
tidak senang dan yang tidak bergantung pada perangsang dan alat-alat
indra (Agus Sujanto, 1991: 75). Sementara itu Kartini Kartono (1996: 87)
menyebut perasaan dengan istilah rencana. Maka merasa itu adalah
kemampuan untuk menghayati perasaan atau rencana. Rencana itu bergantung
kepada (a) isi-isi kesadaran, (b) kepribadian, (c) kondisi psikisnya.
Ringkasnya, rencana ini merupakan reaksi-reaksi rasa dari segenap
organisme psiko fisik manusia.
W.S. Winkel (1996: 187) menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan perasaan di sini, adalah perasaan momentan dan
intensional. Momentan berarti bahwa perasaan pada saat-saat tertentu,
intensional; berarti bahwa reaksi perasaan diberikan terhadap sesuatu,
seseorang atau situasi tertentu. Apabila situasi berubah, maka perasaan
berganti pula sehingga perasaan momentan dan intensional dapat
digolongkan ke dalam perasaan tidak senang. Antara minat dan berperasaan
senang terdapat hubungan timbal balik, sehingga tidak mengherankan
kalau siswa yang berperasaan tidak senang juga akan kurang berminat dan
sebaliknya.
sumber:
http://asepjamaluddin16.blogspot.com/2013/02/minat-dalam-belajar-siswa.html
Intensitas dalam belajar siswa
A. Pengertian Intensitas
Kata intensitas berasal dari Bahasa
Inggris yaitu intense yang berarti semangat, giat (John M. Echols, 1993:
326). Sedangkan menutrut Nurkholif Hazim (t.t: 191), bahwa: “Intensitas
adalah kebulatan tenaga yang dikerahkan untuk suatu usaha”. Jadi
intensitas secara sederhana dapat dirumuskan sebagai usaha yang
dilakukan oleh seseorang dengan penuh semangat untuk mencapai tujuan.
Seseorang yang belajar dengan semangat
yang tinggi, maka akan menunjukan hasil yang baik, sebagaimana pendapat
Sadirman A.M.(1996: 85), yang menyatakan bahwa intensitas belajar siswa
akan sangat menentukan tingkat pencapaian tujuan belajarnya yakni
meningkatkan prestasinya.
Perkataan intensitas sangat erat
kaitannya dengan motvasi, antara keduanya tidak dapat dipisahkan sebab
untuk terjadinya itensitas belajar atau semangat belajar harus didahului
dengan adanya motivasi dai siswa itu sendiri. Sebagaimana Sardiman
AM.(1996: 84), Menyatakan: Belajar diperlukan adanya intensitas atau
semangat yang tinggi terutama didasarkan adanya motivasi. Makin tepat
motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Jadi
motivasi akan senantiasa menentukan intensitas balajar siswa.
Intensitas merupakan realitas dari
motivasi dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan yaitu peningkatan
prestasi, sebab seseorang melakukan usaha dengan penuh semangat karena
adanya motivasi sebagai pendorong pencapaian prestasi.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi Intensitas dalam belajar siswa
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas balajar siswa, adalah:
- Adanya keterkaitan dengan realitas kehidupan
- Harus mempertimbangkan minat pribadi si murid
- Memberikan kepercayaan pada murid untuk giat sendiri
- Materi yang diberikan harus bersifat praktis
- Adanya peran serta dan keterlibatan siswa, (Kurt Singers,1987: 92)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa intensitas atau semangat yang tinggi yang dilakukan siswa untuk
belajar baik dikelas atau dalam kegiatan belajar privat Pendidikan Agama
Islam akan sangan berpengaruh terhadap presatasi kognitif mereka pada
bidang studi Pendidikan Agama Islam.
C. Indikator Intensitas dalam belajar siswa
a. Motivasi
Menurut Gletmen dan Reber yang dikutip
Muhibbin Syah (1994: 136) bahwa pengertian dasar motivasi adalah keadaan
internal organisme (baik manusia maupun hewan) yang mendorongnya untiuk
melakukan sesuatu. Disini motivasi berarti pemasok daya untuk berbuat
atau bertingkah laku secara terarah. Hal ini sejalan dengan pendapat
M.C. Donal yang memberikan pengertian bahwa “Motivasi adalah perubahan
energi di dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya reaksi
untuk mencapai tujuan”. (Sardiman A.M 1992: 173).
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
intrinsik adalah keadaan yang berasal dari dalam diri individu yang
dapat melakukan tindakan belajar, termasuk didalamnyan adalah perasaan
menyukai materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut. Sedangkan
motivasi ekstrinsik adalah hal atau keadaan yang mendorong untuk
melakukan tindakan karena adanya rangsangan dari luar individu, pujian ,
dan hadiah atau peraturan sekolah, suri tauladan orang tua, guru dan
seterusnya, merupakan contoh konkrit motivasi ekstrinsik yang dapat
mendorong siswa untuk belajar.
Dalam hal ini Sadirman A.M. (1990:
84-85), mengemukakan bahwa fungsi motivasi dalam belajar adalah untuk
mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dicapai;
Jadi, fungsi motivasi dalam belajar dalah:
- Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai;
- Mendorong manusia untuk berbuat.
- Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Dengan demikian, cukup jelaslah bahwa
motivasi itu akan mendorong seseorang yang belajar untuk memperoleh
hasil belajar yang optimal. Dengan kata lain, bahwa dengan adanya usaha
yang tekun yang terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang
belajar itu akan dapat mencapai prestasi yang baik. Intensitas meotivasi
seseorang peserta didik/mahasiswa akan sangat menentukan tingkat
pencapaian prestasi belajar.
b. Durasi kegiatan
Durasi kegiatan yaitu berapa lamanya
kemampuan penggunaan untuk melakukan kegiatan. Dari indicator ini dapat
dipahami bahwa motivasi akan terlihat dari kemampuan seseorang
menggunakan waktunya untuk melakukan kegiatan. Yaitu dengan lamanya
siswa menyediakan waktu untuk belajar setiap harinya.
c. Frekuensi kegiatan
Frekuensi dapat diartikan dengan
kekerapan atau kejarangan kerapnya (Porwadarminta, 1984: 283), frekuensi
yang dimaksud adalah seringnya kegiatan itu dilaksanakan dalam periode
waktu tertentu. Misalnya dengan seringnya siswa melakukan belajar baik
disekolah maupun diluar sekolah.
d. Presentasi
Presentasi yang dimaksud adalah gairah,
keinginan atau harapan yang keras yaitu maksud, rencana, cita-cita atau
sasaran, target dan idolanya yang hendak dicapai dengan kegiatan yang
dilakukan. Ini bsia dilihat dari keinginan yang kuat bagi siswa untuk
belajar.
e. Arah sikap
Sikap sebagai suatu kesiapan pada diri
seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal yang bersifat
positif ataupun negative. Dalam bentuknya yang negativ akan terdapat
kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, bahkan tidak
menyukai objek tertentu. Sedangkan dalam bentuknya yang positif
kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, dan mengharapkan
objek tertentu. Contohnya, apabila siswa menyenangi materi tertentu maka
dengan sedirinya siswa akan mempekajari dengan baik. Sedangkan apabila
tidak menyukai materi tertentu maka siswa tidak akan mempelajari kesan
acuh tak acuh.
f. Minat
Minat timbul apabila individu tertari
pada sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau merasakan bahwa
sesuatu yang akan digeluti memiliki makna bagi dirinya, Slamteo (1998:
182) mengatakan bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa
ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh.
Minat pada dasarnya adalah penermiaan akan suatu hubungan antara diri
sendiri dengan sesuatu di luar dirinya.
Sedangkan menurut Kartini Kartono (1990:
112) mengatakan bahwa minat meripakan moment dari kecendrungan yang
terarah dan intesnsif kepada suatu objek yang dianggap penting. Minat
ini erat kaitannya dengan kepribadian dan selalu mengandung unsur
afektif, kognitif, dan kemauan. Ini memberikan pengertian bahwa individu
tertarik dan kecendrungan pada suatu objek secara terus menerus, hingga
pengalaman psikisnya lainnya terabaikan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Usman
Efendi (1985: 122) menyatakan bahwa minat timbul apabila individu
tertarik kepada sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau merasakan
bahwa sesuatu yang akan dipelajari dirasakan bermakna bagi dirinya.
Minat juga dapat diartikan sebagai
kecendrungan jiwa kepada sesuatu, karena kita merasa ada kepentingan
dengan sesuatu itu pada umumnya disertai dengan perasaan senang akan
sesuatu itu (Ahmad D. Marimba, 1989: 79). Hal ini senada dengan pendapat
Muhibbin Syah (1995: 136) yang menyatakan bahwa minat adalah
kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap sesuatu.
W.S. Winkel (1991: 105), mendefinisikan
minat sebagai kecendrungan subjek yang menetap untuk merasa tertarik
pada mata pelajaran atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang.
Disamping adanya ketertarikan yang disadari individu, minat juga
ditunjukkan oleh adanya rasa lebih suka pada suatu hal atau aktivitas,
tanpa ada yang menyuruh (Slameto, 1998: 180), seseorang memiliki minat
terhadap sesuatu akan merasa senang dan cenderung memusatkan perhatian
terhadap objek atau kegiatan yang diminatinya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa minat adalah kemauan, perhatian, hasrat dan
kecenderungan individu untuk aktif melakukan kegiatan dalam rangka
mencapai tujuan. Minat erat kaitannya dengan merasa senang seseorang
terhadap sesuatu. Minat juga merupakan hasrat atau keinginan individu
terhadap sesuatu objek untuk memenuhi kebutuhan psikis maupun fisik,
sehingga individu dapat menikmati hal yang diinginkan.
Adapun ciri-ciri siswa yang mempunyai minat tinggi adalah :
1. Pemusatan perhatian
Pemusatan perhatian dapat mempengaruhi
terhadap prestasi. Sebab dengan perhatian siswa terhadap materi dapat
mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang studi
tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh perhatian besar terhadap
matematika akan meusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa
lainnya. Kemudian, karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap
materi itulah yang meingkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat, dan
akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.
2. Keingintahuan
Kadar keingintahuan siswa dalam belajar
dapat terlihat dari partisipasinya ketika kegiatan itu berlangsung.
Misalnya ketika kegiatan itu berlangsung, siswa aktif untuk berperan
dalam latihan dengan selalu mengikuti kegiatan tersebut atau bertanya.
Ketika dalam suatu hal yang belum dipahami dan juga mampu mengomentari
terhadap suatu permasalahan.
3. Kebutuhan
Siswa yang merasa butuh dan tertarik atau
menaruh minat pada suatu kegiatan atau pelajaran maka ia akan selalu
menekuni kegiatan itu dengan giat belajar baik pada waktu acara formal
maupun diluar acara formal. Misalnya apabila siswa merasa butuh pada
pelajaran maka, siswa itu akan berusaha dengan cara apapun juga.
g. Aktivitas
Aktivitas diartikan sebagai suatu
kegiatan yang mendorong atau membangkitkan potensi-potensi yang dimiliki
oleh seorang anak. Sertiap gerak yang dilakukan secara sadar oleh
seorang dapat dikatakan sebagai aktivitas. Aktivitas merupakan cirri
dari manusia, demikian pula dalam proses belajar mengajar itu sendiri
merupakan sejumlah aktivitas yang sedang berlangsung. Itulah sebabnya
prinsip atau azas yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar
aktivitas W.J Poerdarminta (1985: 26) bahwa aktivitas sebagai atau
kesibukan.
Pada dasarnya aktivitas dipandang sebagai
sarana kelangsungan pengajaran, memiliki bobot dan kualitas dalam
proses belajar mengajar, sehingga mempengaruhi keberhasilan belajarnya
serta dapat membangkitkan potensi-pontensi anak dalam berbagai pekerjaan
yang mereka senangi dan mewujudkan kecendrungan kepribadian mereka
sesuai dengan kesiapannya, membangkitkan kesenangan, gairah dan
optimisme.
J.J Rouseau yang dikutif oleh Sadirman
A.M (2001: 94) memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus
diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, dengan faslitas
yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun takhnis. Ini
menunjukkan setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada
aktifitas maka proses belajar mengajar tidak mungkin terjadi.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh
para ahli di atas, maka dalam kegiatan belajar mengajar subjek didik
atau siswa harus aktif berbuat dengan kata lain bahwa belajar sangat
diperlukan adanya aktifitas karena tanpa adanya aktifitas belajar itu
tidak mungkin berlangsung dengan baik.
Ada beberapa aktifitas siswa sewaktu berlangsungnya suatu kegiatan yaitu:
1. Membaca
Membaca merupakan aktifitas belajar.
Belajar merupakan set maka belajar atau membaca untuk keperluan belajar
harus menggunakan set, maka belajar atau membaca untuk keperluan belajar
harus menggunakan set. Misalnya dengan mulai memperhatikan judul bab,
topic-topik utama, dengan berorientasi kepada tujuan dan keperluan
(Wasty Sumanto, 1990: 110).
2. Bertanya
Bertanya merupakan proses aktif, bila
siswa tidak atau bahkan kurang dilibatkan maka hasil belajar yang
dicapai akan rendah. Bentuk keterlibatan siswa itu misalnya, dengan
bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami atau menjawab pertanyaan
yang diajukan.
3. Mencatat
Mencatat erat kaitannya sebagai aktivitas
belajar adalah mencatat yang didorong oleh kebutuhan dan tujuan, dengan
menggunakan set tertentu agar catatannya itu berguna.
4. Mengignat
Mengingat yang termasuk aktivitas belajar adalah mengingat yang didadasari untuk suatu tujuan, misalnya menghafal suatu materi
5. Latihan
Latihan termasuk aktivitas belajar, orang
yang melaksanakan latihan tentunya mempunyai dorongan untuk mencapai
tujuan tertentu yang dapat mengembangkan suatu aspek pada dirinya. Dalam
latihan terjadi interaksi yang interaktif antara subjek dengan
lingkungannya hasil belajar akan berupa pengalamannya yang dapat
mengubah dirinya yang kemudian akan mempengaruhi terhadap lingkungan
sekitarnya.
6. Mendengarkan
Dalam proses belajar mengajar seorang
guru sering menggunakan metode ceramah dalam penyampaian materi
disamping metode lainnya. Dalam hal ini, tugas pokok siswa ketika guru
sedang menyampaikan materi adalah mendengarkan yang didorong oleh minat
dan tujuan. Untuk memahami suatu materi seseorang siswa tidak hanya
dipengaruhi oleh kerajinan saja tetapi dipengaruhi juga oleh ketelitian
dan ketekunan seseorang siswa dalam mendengarkan materi yang
disampaikan.
sumber :
http://asepjamaluddin16.blogspot.com/2013/02/intensitas-dalam-belajar-siswa.html
Disiplin
A. Pengertian Disiplin
Dewasa ini kata disiplin sering kita
dengar, sering kita baca bahkan dianjurkan oleh pemerintah dengan adanya
Gerakan Disiplin Nasional (GDN). Salah satu yang terkandung didalamya
adalah disiplin mengajar guru. Untuk memahami dan memperoleh gambaran
tentang disiplin guru, alangkah baiknya memahami dulu dari pengertian
disiplin itu sendiri.
Kata disiplin diartikan dengan (1)
Latihan bathin dan watak dengan maksud supaya perbuatan selalu mentaati
tata tertib; (2) Ketaatan pada aturan dan tata tertib (W.J.S.
Purwadarminta, 1985: 254).
Sementara itu Hadlari Nawawi (1996: 128)
mengungkapkan bawa disiplin adalah usaha untuk mencegah terjadinya
pelanggaran-pelanggaran terhadap suatu ketentuan yang disetujui bersama
agar pemberian hukuman terhadap seseorang dapat dihindari.
Menurut Hasan Langgulung (1989: 401)
bahwa disiplin mengandung makna melatih, mendidik dan mengatur. Artinya,
dalam kata disiplin mengandung arti banyak dan dapat diterapkan dalam
segala aspek kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan.
Sedangkan menurut Cece Wijaya dan Tabrani
Rusyan (1994: 17) disiplin adalah sesuatu yang terletak di dalam hati
seseorang yang memberikan dorongan bagi orang yang bersangkutan untuk
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagaimana telah
ditetapkan oleh norma dan peraturan yang berlaku. Dalam keteraturan
sikap atau keteraturan tindakan. Disiplin merupakan salah satu alat
untuk mencapai tujuan pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dipahami bahwa disiplin adalah suatu sikap ketaatan secara sadar
terhadap aturan, norma-norma, dan kaidah-kaidah yang berlaku agar
terhindar dari hukuman
dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Selanjutnya istilah displin dijelaskan dalam Good’s Dictionary of Education (Oteng Sutisna, 1985: 97) sebagai berikut:
- Proses hasil pengarahan atau pengendalian keinginan demi suatu cita-cita atau untuk mencapai tindakan yang lebih efektif
- Pencarian suatu cara bertindak yang terpilih dengan gigih, aktif dan diarahkan sendiri, sekalipun mengahadapi rintangan.
- Pengendalian perilaku dengan langsung dan otoriter melalui hukuman dan hadiah.
- Pengekangan dorongan, sering melalui cara yang tak enak, menyakitkan.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka
aspek terpenting dari sikap disiplin adalah kekuatan serta kepatuhan
terhadap aturan-aturan. Secara sadar menjalankan tata tertib dan
ketundukan diri demi mencapai tujuan yang diharapkan.
Selain itu Webstar’s Dictionary yang
dikutip oleh Oteng Sutisna (1985: 98) tersebut memberikan sejumlah
definisi tentang disiplin, diantaranya:
- Latihan yang mengembangkan pengendalian diri, karakter atau keadaan serba teratur dan efesien.
- Hasil pelatihan serupa itu, pengendalian diri, perilaku yang tertib
- Penerimaan atau kepatuhan terhadap kekuasaan dan kontrol
- Perlakuan yang menghukum dan menyiksa.
Pengertian di atas mengandung dua unsur,
yaitu disiplin positif dan disiplin negatif. Disiplin positif berupa
proses hasil pengembangan karakter, pengendalian diri, keadaan teratur
efesien. Sedangkan disiplin negatif yaitu berupa disiplin yang dilakukan
karena adanya ancaman dan hukuman. Apabila dikaitkan dengan sekolah
terutama dengan keberadaan guru, berarti seorang guru harus memiliki
sikap disiplin dalam menjalankan tugasnya. Disiplin yang dijalankan
harus berdasarkan atas kesadaran terhadap aturan bukan karena rasa takut
akan mendapatkan hukuman.
Islam mengajarkan kepada umatnya agar
hidup disiplin dengan bekerja keras bersungguh-sungguh, jujur, hidup
teratur dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya agar dapat memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Disiplin merupakan pangkal dari
keberhasilan. Supaya hidup teratur hendaklah kita pandai-pandai
menggunakan waktu dengan membuat perencanaan yang baik. Sehingga dapat
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditetapkan dan pada
akhirnya dapat mencapai hasil yang memuaskan.
Sebaliknya jika kita tidak menggunakan
waktu secara teratur dan bahkan mengabaikannya, maka Allah SWT. dalam
Firmanya yang tersirat dalam Al-Qur’an surat Al-’Ashr ayat 1-3:
وَالْعَصْرِ(1)إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي
خُسْرٍ(2)إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ(3) (ألعصر:1-3)
Artinya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh serta saling berwasiyat dalam hak dan kesabaran” (Depag RI, 1984: 1099).
“Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh serta saling berwasiyat dalam hak dan kesabaran” (Depag RI, 1984: 1099).
Guru sebagai pendidik dan pengajar
hendaknya meiliki perilaku disiplin, baik disiplin dalam waktu mengajar
maupun disiplin dalam melakukan pekerjaan yang lain. Karena mengajar itu
memerlukan aktivitas yang teratur dari seorang guru.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin
Dalam hal ini Niti Slameto (1992: 64)
secara umum mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin
seseorang terdiri dari tiga faktor, yaitu: (1) Faktor perasaan takut;
(2) Faktor kebiasaan dan (3) Faktor kesadaran untuk berdisiplin. Dari
ketiga faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Perasaan Takut
Pendekatan disiplin yang digunakan adalah
kekuasaan dan kekuatan. Hukuman dan ancaman dalam hal ini diberikan
kepada pelanggar peraturan untuk membuatnya jera dan menakutkan,
sehingga mereka tidak berbuat lagi kesalahan yang serupa, yang akhirnya
membuat mereka patuh pada peraturan dan tata tertib yang berlaku.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
pendekatan disiplin yang berupa hukuman dan ancaman ini, apabila
digunakan akan menjerakan dan menakutkan bagi si pelanggar dan akibatnya
akan menjadi disiplin. Namun, di sisi lain disiplin semacam ini
dipandang kurang baik, karena ada kemungkinan perilaku disiplin tersebut
hanya bersifat sementara, artinya si pelanggar akan berperilaku
disiplin, jika ada yang mengawasi, sedangkan bila tidak ada yang
mengawasi, maka si pelangar tidak akan berdisiplin.
2. Kebiasaan
Kebiasaan mempunyai dua arti, yaitu: 1)
Sesuatu yang biasa dikerjakan dan 2) Pola untuk melakukan tanggapan
terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seseorang individu dan
yang dilakukannya secara berulang untuk hal yang sama (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1995: 129). Hal ini Senada dengan Umar Hasyim (1985:
160) yang berpendapat bahwa:
Perbuatan yang sering diulang-ulang
melakukannya tentulah akan menjadi kebiasaan. Bila kebiasaan
diulang-ulang terus akhirnya akan menjadi watak seseorang. Dan bila
watak itu telah menjadi cap dari diri orang tersebut dengan cara
mempraktekkan sesuatu perbuatan yang sama tadi, maka orang tersebut
artinya berkepribadian tertentu. Dan kepribadian itulah yang nantinya
membuat orang lain tahu siapa dia itu sebenarnya.
Dari kutipan di atas, maka jelaslah bahwa
betapa pentingnya aspek kebiasaan ditanamkan dalam seluruh segi
kehidupan manusia, dan akhirnya bila hal itu telah biasa, niscaya
kepribadian orangpun akan tampak secara terang. Tentunya dalam hal ini
kebiasaan yang positif. Kebiasaan yang baiklah yang tentunya mesti terus
di pupuk dan dibina secara konsisten dan konsekuen. Kebiasaan dapat
diperoleh dengan jalan peniruan dan pengulangan secara terus menerus,
semua latihan itu berlangsung secara disadari, lambat laun menjadi
kurang disadari untuk melanjutkan secara otomatis, sehingga mekanistis
tidak disadari. Kebiasaan bisa bersifat positif, misalnya rajin bekerja,
cermat dan lain-lain.
Oleh karena itu, disiplin akan terlaksana
dengan frekuensi yang relatif stabil dan dapat dipertahankan. Dalam
perwujudannya disiplin dapat berbentuk ketaatan terhadap aturan yang
berlaku.
3. Kesadaran untuk Berdisiplin
Idealnya, seseorang yang tidak berhasil
dalam suatu pencapaian tujuan, akan berusaha menyadari dan memperbaiki
dengan lebih giat dan lebih baik lagi dalam berusaha. Ia akan
mendisiplinkan dirinya untuk berbuat. Disiplin dari orang yang optimal
pada setiap individu diharapkan mampu mengarahkan perilaku secara
terkonsentrasi pada masalah yang dihadapi.
Kesadaran melaksanakan aturan atau tata
tertib, misalnya tata tertib sekolah, diharapkan akan menumbuhkan
perilaku disiplin positif, sebab disiplin positif inilah yang nantinya
menjadi pola perilaku yang relatif menetap. Artinya, dengan adanya
kesadaran dalam melakukan suatu perbuatan tanpa paksaan atau hukuman
atau perasaan takut akan ancaman, menjadi dasar bagi terbentuknya
kedisiplinan seseorang dalam kehidupannya.
C. Indikator Disiplin
Menurut Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan (1994: 18-19) disiplin mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
1. Melaksanakan tata tertib dengan baik,
baik bagi guru atau siswa karena tata tertib yang berlaku merupakan
aturan dan ketentuan yang harus ditaati. Oleh siapapun demi kelancaran
proses pendidikan tersebut yang meliputi:
- Patuh terhadap aturan sekolah atau lembaga pendidikan
- Mengindahkan petunjuk-petunjuk yang berlaku di sekolah atau satu lembaga tertentu
- Tidak membangkang pada peraturan berlaku
- Tidak membohong
- Tingkah laku yang menyenangkan
- Rutin dalam mengajar
- Tidak suka malas dlam mengajar
- Tidak menyuruh orang untuk bekerja demi dirinya
- Tepat waktu dalam belajar mengajar
- Tidak pernbah keluar dalam belajar mengajar
- Tidak pernah membolos dalam belajar mengajar
2. Taat terhadap kebijaksanaan atau kebijaksanan yang berlaku:
- Menerima, menganalisis dan mengkaji berbagai pembaharuan pendidikan
- Berusaha menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi pendidikan yang ada.
- Menguasai dan intropeksi diri.
Adapun indikator disiplin menurut Singgih
D. Gunarsa ( ) adalah, tepat waktu, tegas dan bertanggungjawab. Dari
ciri-ciri tersebut, penulis akan menjelaskan secara singkat, yaitu
sebagai berikut:
a. Jujur
Jujur menurut Cece Wijaya (1994: 17)
adalah tulus ikhlas dalam menjalankan tugasnya sebagai guru, sesuai
dengan peraturan yang berlaku, tidak pamrih dan sesuai dengan
norma-norma yang berlaku.
Sementara menurut Hamzah Ya’qub (1983:
980 jujur adalah kesetiaan, ketulusan hati dan kepercayaan. Artinya,
suatu sikap pribadi yang setia, tulus hati dalam melaksanakan sesuatu
yang dipercayakan kepadanya baik berupa harta benda, rahasia maupun
tugas kewajiban.
Seorang yang jujur selalu menepati janji,
tidak cepat mengubah haluan, teliti dalam melaksanakan tugas, berani
mengakui kesalahan dan kekurangan sendiri dan selalu berusaha agar
tindakannya tidak bertentangan dengan perkataannya (Ngalim Purwanto,
2000: 14).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
dipahami bahwa jujur adalah sifat benar dapat dipercaya baik dalam
perkataan maupun dalam perbuatan dan dapat menjaga kepercayaan orang
lain yang dibebankan kepadanya.
Sifat jujur sudah seharusnya dimiliki
oleh guru, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, di
rumah dan masyarakat. Selain itu sifat jujur harus diterapkan dalam
pembelajaran. Artinya, apa yang ia sampaikan kepada siswa selalu ia
amalkan dalam kehidupannya. Selain itu juga guru harus jujur dalam
menyampaikan ilmunya. Artinya, ia harus mengatakan yang benar itu benar
dan yang salah itu salah.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
kejujuran bagi seorang guru mutlak dibutuhkan, guru yang tidak jujur
akan merugikan siswa dan lembaga pendidikan tempat ia mengajar. Apabila
sifat jujur sudah dimiliki oleh guru berarti ia memiliki sikap disiplin
yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pengajar dan
pendidik.
b. Tepat Waktu
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia
(Poerwadarminta, 1976: 55) tepat mengandung arti: 1) Betul, lurus,
kebetulan benar; 2) Kena benar; 3) Tidak ada selisih sedikitpun; 4)
Betul, cocok dan 5) Betul mengena. Sedangkan waktu dalam kamus besar
Bahasa Indonesia (1976: 1140) saat tertentu untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian tepat waktu dalam mengajar berarti suatu aktivitas
mengajar yang dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan atau
sesuai dengan aturan.
Dari penjelasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa ketepatan waktu berada di sekolah untuk setiap guru
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh hasil yang baik, baik untuk
dirinya sendiri maupun untuk siswa. Sikap untuk selalu hadir setiap
waktu ini adalah suatu tanda kedisiplinan untuk guru dalam mengajar.
Disiplin waktu bagi guru dalam mengajar
merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap prestasi siswa dalam
belajar. Seorang guru harus menjadi suri tauladan bagi setiap siswanya,
maka dengan demikian setiap siswa akan termotivasi untuk dapat belajar
lebih giat lagi. Kalau setiap guru tidak disiplin waktu dalam mengajar
atau selalu terlambat, maka bagaimana guru itu dapat menjadi suri
tauladan bagi setiap siswanya.
Kalau guru sudah dapat disiplin dalam hal
mengajar, maka siswanya akan termotivasi dengan baik dan akhirnya
prestasinyapun akan baik, tetapi sebaliknya jika guru tidak disiplin
waktu dalam mengajar mungkin siswanya malas untuk mengikuti pelajaran,
maka hasilnyapun akan jelek. Dengan demikian seorang guru dituntut untuk
disiplin dalam hal waktu mengajar agar tujuan yang diharapkan dapat
tercapai dengan baik.
c. Tegas
Poerwadarminta (1985: 913) mengemukakan
dalam kamus besar Bahasa Indonesia bahwa tegas mengandung arti: 1) jelas
dan tenang benar, nyata; 2) tentu dan pasti (tidak ragu-ragu atau tidak
samar-samar dan 3) jelas.
Setiap guru hendaknya memiliki sikap
tegas, karena dengan memiliki sikap inisetiap siswa akan patuh dan taat
untuk dapat belajar dengan baik, guru yang tegas akan mendorong siswa
pada perbuatan yang baik dan menegur siswa apabila melakukan hal-hal
yang melanggar aturan.
d. Tanggung jawab
Seorang guru harus yakin bahwa pada
haekekatnya mengajar atau mendidik adalah amanat yang sangat suci dan
mulia yang diberikan oleh Allah SWT. Dengan demikian seorang guru
benar-benar menyadari dan menjalankan amanat tersebut dengan penuh rasa
tanggung jawab.
Setelah timbulnya rasa tanggung jawab
pada diri seorang guru, maka akan tumbuh pula dalam diri seorang guru
rasa disiplin akan haknya yaitu menjalankan tugas. Adapun tugas dan
tanggung jawab seorang guru adalah mengajar dan mendidik, dengan
demikian guru bertanggung jawab terhadap keberhasilan proses belajar
mengajar. Apabila proses belajar mengajar dapat dicapai dengan baik,
maka guru dapat dikatakan bertanggung jawab.
Oleh karena itu, maka dapat dipahami
bahwa seorang guru hendaknya menenamkan rasa tanggung jawab terhadap
tugasnya yang dibebankan kepadanya, yaitu mendidik, mengajar dan
melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai
hidup, tugas mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi, sedangkan melatih adalah mengembangkan
keterampilan-keterampilan pada siswa. Sehingga tujuan pendidikan dan
pengajaran dapat tercapai dengan sebaik-baiknya. Disamping itu, tidak
boleh dilupakan pula tugas-tugas dan pekerjaan lain yang memerlukan
tanggung jawabnya. Selain tugasnya sebagai guru di sekolah, gurupun
merupakan anggota masyarakat yang mempunyai tugas dan kewajiban lain.
sumber:
http://asepjamaluddin16.blogspot.com/2013/02/disiplin.html
Prestasi
A. Pengertian Prestasi
Sebelum membicarakan pengertian prestasi
belajar, maka terlebih dahulu penulis akan menguraikan pengertian
belajar. Dalam hal ini Ngalim Purwanto (1992: 85) mengemukakan pendapat
mengenai pengertian belajar yaitu sebagai berikut:
- Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang buruk.
- Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
- Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus merupakan akhir dari pada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lama periode itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun.
- Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian maupun psikis.
Sementara itu Slameto (1995: 2)
berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tungkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Sedangkan Sardiman A.M. (1996: 231)
berpendapat bahwa belajar sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga,
psikofisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang
berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif
dan psikomotor.
Hal ini senada dengan Witherington yang
dikutif oleh Usman Effendi dan Juhaya S. Praja (1989: 103) bahwa belajar
adalah suatu perubahan dalam kepribadian, sebagaimana yang dimanfaatkan
dalam perubahan penguasaan pola-pola respon atau tingkah laku yang
baru, yang ternyata dalam perubahan keterampilan kebiasaan, kesanggupan
dan pemahaman.
Dalam hal ini Moh. Uzer Usman (1999: 34)
memberikan batasan belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri
individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu lainnya
serta individu dengan lingkungannya, sehingga mereka lebih mampu
berinteraksi dengan lingkungannya.
Dari beberapa pengertian di atas, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses usaha atau
interaksi yang dilakukan individu untuk memperoleh sesuatu yang baru dan
perubahan keseluruhan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman-pengalaman itu sendiri. Perubahan tersebut akan nampak dalam
penguasaan pola-pola respons yang baru terhadap lingkungan berupa
keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, kecakapan dan sebagainya.
Sedangkan pengertian prestasi di sini, bila ditinjau dari segi bahasa prestasi itu berasal dari bahasa Belanda yaitu prestase. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang memiliki arti hasil usaha
(Zainal Arifin, 1991: 2) hal ini senada dengan pendapat Nana Sudjana
(1990:22) prestasi adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dan dalam belajar, prestasi
merupakan hasil raihan usaha dalam mempelajari suatu ilmu yang lazimnya
ditunjukkan dengan perolehan nilai tes. Sementara itu, Poerwadarminta
(1974:768) memberikan istilah bahwa prestasi adalah hasil yang telah
dicapai.
Pada prinsipnya pengungkapan hasil
belajar ideal, meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai
akibat pengalaman dan proses belajar siswa (Muhibbin Syah, 1995:150).
Namun pengungkapan hasil belajar melalui tiga aspek psikologis manusia
yang menurut Bloom terdiri dari ranah kognitif (ranah cipta), ranah afektif (ranah rasa) dan ranah psikomotor
(ranah karya). Ketiga ranah tersebut sulit dilakukan dalam rangka
mengukur hasil belajar, tetapi kita dapat mengukur aspek-aspek tersebut
apabila telah diketahui indikator-indikator dari jenis-jenis prestasi
tersebut di atas.
Pengungkapan hasil belajar yang
berorientasi pada kemampuan intelektual atau menekankan ranah cipta
seseorang disebut sebagai pengungkapan prestasi. Menurut Nana Sudjana
(1995:49-50) hasil belajar tersebut akan nampak dalam perubahan tingkah
laku, yang secara teknik dirumuskan dalam sebuah pernyataan melalui
tujuan pengajaran ranah kognitif merupakan ranah terpenting
dalam belajar, yang menurut Muhibbin Syah (1995: 82) ranah kognitif
merupakan ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak dan merupakan
sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya.
Dengan demikian, prestasi dapat dipahami
sebagai hasil yang dicapai siswa dalam mata pelajaran tertentu yang
disimbolkan dalam bentuk nilai atau angka. Prestasi ini diperoleh dari
keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar. Jadi, antara belajar
dengan prestasi merupakan kesatuan yang bulat, karena tidak akan ada
prestasi jika tidak ada proses belajar, dan belajar itu sendiri pada
dasarnya merupakan proses untuk mencapai prestasi.
B. Indikator Prestasi
Prestasi belajar siswa dalam mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam memberikan andil terhadap hasil
belajar. Hal ini dapat terungkap setelah diketahui indikator-indikator
dari prestasi belajarnya, yang meliputi tiga ranah, ketiga ranah
tersebut adalah kognitif, afektif dan psikomotor. Namun, dalam penelitian ini penulis menspesifikasikan hanya pada prestasi kognitif saja.
Tipe (indikator) hasil belajar kognitif
berdasarkan teori Bloom yang dikutip oleh Uzer Usman (2000:34) meliputi
ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini mengenai indikator-indikator
dalam prestasi kognitif sebagai berikut:
1. Ingatan
Ingatan mengacu kepada kemampuan mengenai
atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai
pada teori yang sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat
keterangan dengan benar. Cara pengungkapannnya dapat melalui pertanyaan,
tugas dan tes.
Tipe hasil belajar ini termasuk tipe
tingkat rendah jika dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya. Namun
demikian, tipe ini merupakan prasyarat untuk menguasai atau mempelajari
tipe hasil belajar selanjutnya.
2. Pemahaman
Tipe hasil belajar pemahaman lebih tinggi
satu tingkat dari tipe hasil belajar pengetahuan hafalan. Pemahaman
memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari sesuatu konsep. Oleh
karena itu, diperlukan adanya hubungan atau peraturan antara konsep
dengan makna yang ada dalam konsep tersebut. Ada tiga macam pemahaman
yang sudah umum berlaku.
Pertama, adalah pemahaman
terjemahan, yakni kesanggupan memahami makna yang terkandung didalamnya
misalnya, memahami kalimat bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia,
mengartikan lambang negara dan lain-lain.
Kedua, adalah pemahaman
penafsiran, misalnya memahami grafik, menghubungkan dua konsep yang
berbeda, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok. Dan
Ketiga, adalah pemahaman
ekstrapolasi, yakni kesanggupan melihat dibalik yang tertulis, tersirat
dan tersurat, meramalkan sesuatu atau memperluaskan wawasan. Kata-kata
operasional untuk merumuskan tujuan instruksional dalam bidang pemahaman
antara lain, membedakan, menjelaskan, meramalkan, menafsirkan,
memperkirakan, memberi contoh, mengubah, membuat rangkuman, menuliskan
kembali serta menuliskan dengan kata-kata sendiri.
3. Penerapan
Penerapan mengacu kepada kemampuan
menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi
yang baru dan menyangkut penggunaan aturan prinsip. Misalnya, memecahkan
suatu masalah dengan menggunakan suatu rumus tertentu (Tabrani Rusyan,
1989: 22).
Tingkah laku untuk merumuskan tujuan
instruksional pada aplikasi ini, yang menurut Nana Sudjana (1989:51)
adalah dengan menggunakan kata-kata menghitung, memecahkan,
mendemonstrasikan mengungkapkan, menjalankan, menggunakan,
menghubungkan, mengerjakan, mengubah, menunjukan proses serta
mengurutkan uraian dan lain-lain.
4. Analisis
Analisis adalah merupakan pemeriksaan dan
penilaian secara teliti, indikatornya yaitu dapat menguraikan, dapat
mengklarifikasikan atau dapat memilah-milah (Muhibbin Syah, 1995:151)
cara mengevaluasikannya adalah dengan memberikan tes tertulis dan
pemberian tugas.
W.S. Winkel mengungkapkan bahwa yang
dimaksud dengan hasil belajar adalah kemampuan untuk merinci suatu
kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau
organisasinya dapat dipahami dengan baik. Adakalanya kemampuan ini
dinyatakan dalam penganalisaan bagian-bagian pokok atau
komponen-komponen dasar, bersama dengan hubungan atau relasi antara
bagian-bagian tersebut.
Dari pernyataan-pernyataan di atas, maka
dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar analisis adalah
kesanggupan memecahkan, mengurai suatu integrasi (kesatuan yang utuh)
menjadi unsur-unsusr atau bagian-bagian yang mempunyai tingkatan
analisis. Analisis merupakan hasil belajar yang kompleks yang
memanfaatkan unsur tipe hasil belajar sebelumnya, yakni pengetahuan,
pemahaman dan aplikasi. Analisis dapat diperlukan bagi para siswa untuk
memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi, yaitu sintesis dan evaluasi.
5. Sintesis
Dalam hal ini Nana Sudjana (1985:52)
mengemukakan bahwa sintesis adalah lawan analisis, bila pada analisis
tekanan pada kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian
yang bermakna, sedangkan pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan
unsur atau bagian menjadi satu intergritas. Dalam sintesis ini
memerlukan kemampuan hafalan, pemahaman, aplikasi dan analisis. Pada
tahapan berfikir secara sintesis adalah berfikir devergent sedangkan berfikir analisis adalah berfikir konvergent.
Dengan sintesis dan analisis maka berfikir kreatif untuk menemukan sesuatu yang baru (inovatif)
akan lebih mudah dikembangkan. Beberapa tingkah laku operasional
biasanya tercermin dalam kata-kata, mengkategorikan, menghubungkan,
menghimpun, menyusun, mencipta, merancang, mengkonstruksi,
mengorganisasi kembali, merevisi, menyimpulkan, mensistematisasi dan
lain-lain.
6. Evaluasi
Istilah evaluasi menurut Ahmad Tafsir
(1992:39) adalah tindakan yang dilakukan untuk mengetahui hasil
pengajaran pada khsusunya, hasil pendidikan pada umumnya. Tipe hasil
belajar ini dikategorikan paling tinggi karena terkandung didalamnya
semua hasil belajar ranah kognitif.
Sementara W.S. Winkell (1996:247)
menjelaskan bahwa yang dimaskud hasil belajar evaluasi adalah kemampuan
untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal,
selaras dengan pertanggungjawaban pendapat tersebut, yang didasarkan
pada kriteria tertentu.
Tingkah laku operasional dilukiskan dalam
kata-kata, menilai, membandingkan, mempertimbangkan, menyarankan,
mengkritik, menyimpulkan, mendukung, serta memberikan pendapat dan
lain-lain.
C. Faktor-faktor Yang dapat Menumbuhkan Prestasi Belajar
Dalam mengantisipasi perkembangan ilmu
pengetahuan para ahli pendidikan senantiasa memperbincangkan
faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa.
Menurut Suharsimi Arikunto (1993:21)
secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil (prestasi)
belajar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu yang bersumber dari dalam
diri manusia yang belajar, yang disebut sebagai faktor internal, dan
faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar, yang disebut
sebagai faktor eksternal. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
- Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni faktor biologis dan faktor psikologis. Yang dapat dikategorikan sebagai faktor biologis antara lain usia, kematangan dan kesehatan, sedangkan yang dapat dikategorikan sebagai faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, minat dan kebiasaan belajar.
- Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua juga, yakni faktor manusia (human) dan faktor non manusia seperti alam, benda dan lingkungan fisik.
Hal ini senada dengan pendapat Ngalim
Purwanto (1995:102) yang berpendapat, bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan. Pertama, faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual. Kedua, faktor yang ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial.
Jika kedua pendapat tersebut
mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar pada
dua bagian, maka Muhibbin Syah (1995:132) mengklasifikasikannya pada
tiga bagian yaitu:
- Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa) yakni keadaan/ kondisi jasmani dan rohani mereka.
- Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa) yakni keadaan/kondisi disekitar mereka.
- Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi stategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Dari dua pendapat di atas, maka dapat di
simpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa,
baik dua maupun tiga bagian pada hakekatnya tidak jauh berbeda. Jika
Suharsimi Arikunto menitik beratkan pada segi yang berkaitan dengan diri
siswa, sementara Muhibbin Syah lebih menekankan pada aspek interaksi
belajar mengajar.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dipahami bahwa selain pendekatan belajar yang diupayakan siswa dan
kondisi mempengaruhi prestasi belajar siswa itu adalah bagaimana kondisi
fisik dan psikologis siswa. Di antara kondisi psikologis yang
mempengaruhi prestasi belajar suatu pelajaran ataupun hal lain yang
berhubungan dengan belajar mengajar akan banyak mempengaruhi prestasi
belajar siswa.
Dengan demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap perstasi belajar siswa meliputi:
- Faktor internal
- Aspek fisiologis/biologis, usia, kematanagan dan kesehatan
- Aspek psikologis intelegensi, sikap, bakat, minat dan motivasi suasana hati
- Faktor eksternal
- Manusia, lingkungan, sekolah dan sosial
- Non manusia (non sosial), udara, suara, bau-bauan, sarana gedung sekolah, tempat tinggal dan sebagainya.
- Faktor pendekatan belajar.
- Pendekatan tinggi (speculative and achieving)
- Pendekatan sedang (analitic and deep)
- Pendekatan rendah (reproductive and surface)
Dari uraian di atas, maka dapat di pahami
bahwa proses belajar mengajar di sekolah merupakan kegiatan yang sanagt
kompleks, berbagai faktor mempengaruhinya dan berbagai cara di tempuh
untuk mencapai prestasi yang baik. Untuk mencapai prestasi di sekolah
tidaklah mudah, karena bukan hanya ditunjang oleh intelegensi yang
tinggi saja, akan tetapi banyak faktor yang mempengaruhinya.
Dalam proses belajar mengajar khususnya
di kelas selalu terkait dengan guru, hubungan sosial, keadaan sekolah
yang kesemuanya itu akan turut mempengaruhi terhadap proses belajar
mengajar yang pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap prestasi belajar
siswa.
sumber:
http://asepjamaluddin16.blogspot.com/2013/02/prestasi.html
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "